Kembali Memulai?

Sesal, perasaan tidak senang ataupun nyaman, susah, kecewa karena telah berbuat kurang baik, tidak baik, hingga salah. Selalu datang terlambat, selalu hadir dibelakang menunggu kesempatan untuk dapat kembali tampil sebagai pahlawan kesiangan. Kembali belajar memaknai yang telah dilakukan, “Oh iya kan bisa gini ya? Harusnya juga bisa begini? Kenapa juga ngga begini sekalian?”. Merasa kurang maksimal dalam mengerjakan sebuah hal yang walaupun itu seharusnya amat sangat berarti, dan mungkin saja kesempatan hanya datang satu kali. Mengulang? Terdengar seperti sebuah mimpi.

“Yaudah, yang udah ya udah.”, terdengar terlalu intens digunakan. Kalimat penenang merefleksikan bahwa masih ada hari esok untuk melakukan lebih baik. Dijejakki oleh rentetan kalimat penyemangat yang antree untuk mendapat giliran. Atau malah dijadikan sebuah perisai, bersembunyi dibalik kalimat yang membenarkan perbuatan. — Kalo salah ya salah aja, kalo jelek ya jelek aja, gausah banyak alasan. — Terkesan menyudut, benar dengan cara yang salah. “Lalu harus seperti apa?”, apakah itu sebuah tanya?

Membuat kesan di tiap-tiap bait pesan. Kesima wajah terpancar, bermekaran rasa senang, namun apakah aku sudah pasti menang? Hanya buat hati riang di satu waktu tanpa ada proses berkelanjutan. Detik demi detik berganti, kamu hanya juara sementara saat belum ada pengganti.

Berharap kembali tanpa bercermin seberapa memuakkan diri, ayo kembali. Masih ingin ini dan itu, tanpa berpikir kembali bahwa butuh adalah yang utama. Kemasannya lebih memukau tidak peduli nilainya serupa. Ingin dilihat, mendapat pengakuan. Aku juga bisa menaklukan, tidak hanya menjadi bulan-bulanan!

Lupa bahwa kakinya masih menapak di tepi yang sama. Beranjak pun tidak, terbang apalagi. Wajah tertekuk, badan meringkuk, memaki yang tidak membuahkan, lelah tuk berhenti secara perlahan.

Ada apa ini? Seperti dirimu saja.

Leave a comment